Senin, 25 April 2011

Bintang MPSA untuk Agatha Bunanta ARPS PPSA EFIAP


Bersamaan dengan pertemuan LFCN 25 April 2011, Photographic Society of America (PSA) memberikan bintang MPSA untuk PSA Region Director for Indonesia : AGATHA ANNE BUNANTA ARPS PPSA EFIAP,yang telah memperkenalkan dan memajukan banyak fotografer Indonesia ke dunia senifoto International .
Bintang diberikan melalui Ketua Candra Naya Photographic Society : Dr Edwin Djuanda ARPS , yang diminta oleh PSA untuk memberikan pada Agatha. Perlu diketahui bahwa LFCN (CNPS) adalah satu-satunya klub foto di Indonesia yang menjadi anggota PSA sejak tahun 1970an .
Pemberian bintang PSA disaksikan oleh ratusan peserta pertemuan malam itu.

Liputan R.Haryanto 25 April 2011


Bertempat di gedung Kyoei Prince lantai dasar pada Senin 24 April
2011, dengan dihadiri lebih dari 200 photographer, R. Haryanto
mengajak diskusi para fotografer mengenai " the power of Black and
White Photography"
Haryanto yang dikenal sebagai salah satu tutor Premium Mentor Series,
dan pengguna berat analog mengawali dengan menjelaskan tentang "zone
system" yang menjadi basis untuk memilih eksposure yang tepat pada
setiap bingkai foto yang kita rekam. Haryanto juga menjelaskan bahwa
keindahan dan kekuatan fotografi hitam putih harusnya dinikmati dengan
cahaya yang jatuh ke atas permukaan kertas foto yang dilapisi
perak-halida, bukan melihat secara "back-light" di layar monitor
komputer.
Haryanto memberikan contoh-contoh foto yang mengapa, akan menjadi
lebih kuat bila di buat dalam nada hitam putih daripada warna.
Haryanto juga mengajarkan bagaimana kita menggunakan mode "
monochrome" di kamera digital kita yang diambil dengan RAW. Bilamana
di lcd kamera kita bisa melihat monochrome dengan tone yang sempurna,
niscaya foto warnanya pun yang diambil dari RAW, akan menghasilkan
tone yang bagus pula. silahkan mencoba.

Di akhir presentasi, Haryanto menunjukan kepiawaiannya merekam
hitamputih dengan foto-foto landscape dengan gradasi nada yang luar
biasa. Juga Haryanto membawa contoh2 print hitam putihnya yang semua
di cetak "handmade" sendiri secara manual.
Acara dihadiri olah sangat banyak peminat, campuran antara pengguna
analog dan digital, termasuk dihadiri bpk Suheri Arno,pakar fotografi
BW analog yang dikenal sangat serius di hobinya dan beberapa penggemar HitamPutih lainnya.

Haryanto juga menawarkan para hadirin untuk membentuk kelompok
penggemar fotografi "Monochrome", yang menurut beliau hanya tersisa 3
fotografer yang bisa di ajak diskusi secara serius dan mendalam .
Memang harus diakui bahwa bagi para penggemar "buta warna", foto
hitamputih adalah lebih puitis dan lebih memperkuat penampilan bentuk,
cahaya , gradasi nada dan bayangan.
Haryanto bisa di kontak via Facebook dengan nama HARYANTO DEVCOM .

The Power of Black and White Photography


THE POWER OF BLACK & WHITE PHOTOGRAPHY


R.HARYANTO: Aerial photographer yang merupakan salah seorang “tutor” dalam
“Premium Mentor Series”
Penggemar berat fotografi hitamputih yang selain menggunakan kamera
digital, juga pecandu berat fotografi analog (film). Dikenal sebagai
pemotret landscape handal yang selalu mempresentasikan karyanya dalam
hitam putih. Menggunakan kamera film Linhof Technika 2000, Ebony 4x5,
dan Sinar.

Mulai mengenal camera pada waktu kuliah, kemudian vakum lama dan
kembali di era digital pada tahun 2004. Pengenalan dengan kamera
digital ini , hanyalah membangkitkan kembali “cinta lamanya ” pada
fotografi hitam putih. Dengan melakukan sendiri pemotretan, prosesing
film dan pencetakan kamar gelap, Haryanto mendapatkan kenikmatan luar
biasa atas hasil karyanya. Biasanya , beliau hanya memotret untuk
kepuasan dirinya sendiri. Tetapi dalam 1 tahun terakhir, diminta oleh
rekan-rekannya dibawah pimpinan Yusuf Paulus untuk bersedia “ sharing”
ilmu fotografinya sebagai salah seorang pelatih “Premium Mentor
Series” yang sangat dikenal di kalangan fotografer serius.


Sebagai “pemain lama”, Haryanto paham benar, foto-foto mana yang akan
tampil jauh lebih kuat bila di presentasikan dalam bentuk hitamputih.

Ditanyakan mengenai kecintaannya mengenai “fotografi hitamputih”,
Haryanto mengatakan, bahwa “kalau setahun ada 365 hari mungkin saya
berkutat di film dan darkroom 500 hari dalam setahun” . Berarti
benar-benar jiwa-raga, pikiran , bahkan mimpi beliau adalah demi
fotografi hitam putih yang dicintai dengan sepenuh hati.

Sedangkan alasan menggunakan film dan proses hitam putih, Haryanto
mengatakan bahwa dengan menggunakan kamera film dan mengerjakan
sendiri prosesnya sehingga menjadi sebuah cetakan foto, ia dapat
mengontrol semuanya dan tentu saja sangat menikmati prosesnya.

Memang, dalam fotografi, tidak ada kenikmatan yang lebih nikmat
daripada melihat dengan mata kepala sendiri (di darkroom): kertas
foto yang tadinya putih bersih, akan muncul gradasi warna kelabu
sampai hitam yang akan tampil secara perlahan tetapi pasti, semakin
lama semakin sempurna. Itulah proses fotografi sesungguhnya yang
menggunakan reaksi kimia butiran-butiran perak yang terkena cahaya.
Gradasi butiran perak-halida ini menghasilkan gambar yang gradasinya
masih tidak bisa ditandingi oleh proses digital.

Haryanto akan mengungkapan rahasia mendapatkan foto-foto (terutama
landscape dan human interest) sejak “ the art of seeing” , memilih
sudut pengambilan, memilih lensa yang sesuai, memilih “exposure” yang
tepat, dilanjutkan dengan eksekusi yang sukses.

Beliau juga akan mengungkapan rahasia kekuatan foto hitamputih;
misalnya mengapa ada foto warna yang sangat menarik warnanya tapi
lemah secara komposisi karena “distracting colours”, tetapi setelah di
transfer menjadi hitam putih, menjadi foto yang sangat kuat. Juga tips
bagaimana memilih sudut pemotretan untuk mendapatkan hasil maksimal di
“kontras” dan apa saja poin-poin penting untuk menghasilkan suatu
foto hitam putih yang “stunning”.
Pembahasan ini akan sangat menarik disimak, bukan saja oleh “pemotret
analog”, namun juga oleh “pemotret digital” sehingga akan mendapatkan
foto-foto hitamputih yang kuat dan “unforgettable” bagi pemirsanya
baik dengan menggunakan kamera digital maupun kamera film.

Haryanto juga akan mengungkapan rahasia dan cara-cara praktis “hybrid”
menggunakan analog dan digital, sehingga akan di dapatkan hasil karya
seni yang optimal.
Perlu diingat bahwa dalam setiap salon fotografi, kategori foto
hitamputih (monochrome) hampir selalu ada. Untuk ini kita harus
memahami benar kekuatan foto hitamputih, sehingga kita bisa
menciptakan karya yang membanggakan dan kompetitif di lomba foto.
_____________________

Silahkan hadiri Pertemuan Lembaga Fotografi Candra Naya
Senin, 25 April 2011, jam 19:00-selesai
Wisma Kyoei Prince, jalan Jendral Sudirman Jakarta.
Terbuka bagi para penggemar fotografi ( FREE). Peminat, silahkan
mendaftar di info@candranaya.com.

Gedung Candra Naya Gajah Mada 188 semarak kembali



Bertempat di Jalan Gajah Mada 188 Jakarta Barat, pada tanggal 16 dan 17 April 2011 dilangsungkan "open house" bangunan ex Perhimpunan Sosial Candra Naya yang digunakan Candra Naya sejak 1946. Bangunan arsitektur Cina ini sekarang merupakan cagar budaya pemda DKI .
Saat itu diadakan promosi apartemen Green Central dengan menampilkan kesenian budaya Tionghoa dengan "Pameran Foto" yaitu menampilkan 20 foto kegiatan Lembaga Fotografi Candra Naya dalam kurun 1956-1980.